Logo FAA
Logo FAA

Catatan Abu Ankafa

Wave Center
Hikmah Keluarga Ibrahim

Hikmah Keluarga Ibrahim

Fadli Abu Ankafa

Mengenang kembali kisah Nabi Ibrahim alaihi salam ketika meninggalkan istrinya Hajar dan putranya yang masih bayi, Ismail alaihi salam di Makkah.

Jangan bayangkan Makkah seperti di zaman Nabi Muhammad sholallahu alaihi wasalam yang sudah berkembang menjadi kota tujuan di jazirah Arab, apalagi Makkah modern seperti sekarang. Makkah saat nabi Ibrahim alaihi salam meninggalkan keluarganya hanyalah lembah yang tidak berpenghuni, tidak ada satupun manusia yang tinggal di sana.

Hajar dan Ismail kecil pun hanya ditinggalkan berbekal sekantong air dan sekantong kurma. Ditinggalkan begitu saja oleh Ibrahim alaihi salam. Dan ketika Hajar bertanya kepada Ibrahim, "Kepada siapa engkau menitipkan kami?", Ibrahim pun tidak menjawab meski ditanya sampai 3 kali.

Ditinggalkan oleh suami, hanya berdua bersama bayi, di tempat yang tidak ada apa2 dan tidak ada siapa2, apakah ini ujian bagi Hajar seorang? Sekilas demikian, Ibrahim masih ada istri yg lain yakni Sarah. Tentu hidupnya akan baik2 saja. Tapi tidak demikian.

Ujian terbesar ada di Ibrahim alaihi salam, ketika sekian puluh tahun mengharapkan hadirnya anak, dan ketika Allah berikan anak yang diharapkan, baru sebentar Allah perintahkan untuk ditinggalkan dalam kondisi yang mungkin tidak masuk di akal bagi manusia.

Bisakah kita membayangkan, betapa beratnya hati Ibrahim alaihi salam harus meninggalkan istri dan anaknya yang sangat dinanti kehadirannya? Di zaman sekarang, tanyakanlah perasaan pasangan suami istri yang baru mendapatkan anak lalu harus ditinggalkan bekerja, pasti jawabannya berat padahal pagi ditinggal sorenya sudah berjumpa kembali.

Inilah ujian bagi keluarga Ibrahim alaihi salam. Allah menguji apakah ada yang lebih dicintai oleh Ibrahim alaihi salam selain Allah. Dan Allah menguji ketawakalan Hajar saat ditinggalkan sendiri di Makkah. Hajar membuktikan ketawakalan beliau ketika 3 kali bertanya kepada Ibrahim namun tidak dijawab, beliau ubah pertanyaannya, "Apakah Allah yang memerintahkanmu ini (meninggalkan Hajar dan Ismail di Makkah)?", barulah Ibrahim alaihi salam menjawab "Benar.", maka berkatalah Hajar "Kalau demikian pergilah, Allah tidak akan menelantarkan kami." Demikian tawakalnya Hajar kepada Allah, sangat yakin akan jaminan Allah.
.
Setelah Ibrahim alaihi salam meninggalkan Hajar dan putra tercintanya Ismail alaihi salam, dibalik bukit ketika mata tidak lagi sampai memandang mereka, berdoalah Ibrahim yang Allah abadikan di dalam AlQur'an :

رَبَّنَاۤ اِنِّيْۤ اَسْكَنْتُ مِنْ ذُرِّيَّتِيْ بِوَادٍ غَيْرِ ذِيْ زَرْعٍ عِنْدَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِ ۙ رَبَّنَا لِيُقِيْمُوْا الصَّلٰوةَ فَاجْعَلْ اَ فْـئِدَةً مِّنَ النَّاسِ تَهْوِيْۤ اِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُمْ مِّنَ الثَّمَرٰتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُوْنَ

"Ya Tuhan, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan (yang demikian itu) agar mereka melaksanakan sholat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan berilah mereka rezeki dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur." [QS. Ibrahim 14: Ayat 37]

Yang Ibrahim tujukan ketika meninggalkan keluarganya adalah agar mereka melaksanakan sholat. Bukan keinginan-keinginan duniawi padahal melihat kondisi Hajar dan Ismail alaihi salam, sangat pantas Ibrahim alaihi salam meminta akan dunia bagi mereka.

Apakah hikmah yang bisa kita ambil dari kisah Ibrahim alaihi salam dan keluarganya? Salah satu hikmah yang mendasar adalah, secara singkat, ketika manusia menjadikan Allah sebagai nomor satu dalam hidupnya, maka Allah akan muliakan dia di langit dan di bumi. Allah abadikan keluarga Ibrahim alaihi salam, yang dimana ibadah Haji dan Umroh pun didasarkan kehidupan dan ketaatan Ibrahim alaihi salam dan keluarganya.

Sa'i adalah rukun Umroh dan Haji, dan Sa'i didasarkan dari ikhtiar Hajar dala mencari air untuk kebutuhan Ismail alaihi salam. Melontar di Jamarat didasarkan dari sikap keluarga Ibrahim alaihi salam dalam melawan godaan syaitan. Dan banyak sekali kisah-kisah kemuliaan keluarga Ibrahim alaihi salam yang bisa kita ambil hikmahnya bahwa kemuliaan itu berangkat dari ketaatan maksimal dan kecintaan teretinggi seorang manusia kepada Allah Azza wa Jalla.

Menjadi pertanyaan bagi diri kita masing-masing, akankah kita masih ragu untuk mendahulukan Allah dari apapun? Akankah kita masih enggan mendahulukan Allah dari apapun? Akankah kita silau akan kenikmatan dunia sehingga mengacuhkan kemuliaan yang bisa kita dapatkan dengan mendahulukan Allah?

Semoga tulisan singkat ini bermanfaat bagi penulis dan yang membaca.