Saudaraku, ketika engkau sedang menginginkan suatu makanan, namun qadarallah ada suatu kondisi yang membuatmu tidak bisa mendapatkan makanan yang kau inginkan. Lalu ada saudaramu membawa makanan yang kau inginkan, masih hangat baru saja masak, makanan ada dalam kondisi terbaik untuk disantap, lalu saudaraku mau memberikan sebagian makanannya yang dia bawa untukmu, kira-kira yang manakah di antara dua kondisi berikut yang engkau sukai :
Yang manakah kira-kira akan engkau pilih wahai saudaraku?
Umumnya kita akan sepakat, kondisi yang pertamalah yang akan kita pilih. Kita mendapatkan sesuatu yang masih baru, masih segar, masih hangat dan dalam kondisi terbaik untuk kita nikmati atau manfaatkan.
Jika kita berada dalam kondisi yang dapat memberikan, semisal kita adalah orang tua, akankah kita berikan sisa makanan kepada anak kita?
Dari ilustrasi tersebut, mari kita coba refleksikan dalam kehidupan kita sebagai hamba Allah. Dari semua yang Allah berikan kepada kita, dan itu semua adalah yang terbaik dari Allah, pantaskah kita memberikan "sisa" dari apa yang sebenarnya kita dapatkan dari Allah?
Allah mengaruniakan kita begitu banyak nikmat, nikmat waktu, nikmat harta dan berbagai nikmat lainnya, namun coba hisablah apa yang telah kita berikan kembali kepada Allah.
Mungkin sebagian dari kita ketika berzakat, berinfaq, bersadaqah yang kita niatkan untuk Allah, namun yang kita berikan adalah sisa dari harta kita yang tidak lagi kita sukai atau inginkan.
Mungkin sebagian dari kita ketika mendirikan sholat, kita tunda sehingga hanya sisa waktu di sela kesibukan kita mengejar dunia, baru kemudian kita sholat.
Mungkin sebagian dari kita ketika panggilan Haji dan Umroh telah sampai kepada kita, dan kondisi kita sebenarnya adalah mampu untuk melakukan perjalanan ke Baitullah, kita tunda sehingga tubuh merenta karena tua, tenaga tidak lagi sekuat ketika muda, di sisa usia kita baru kita mau memenuhi panggilan Allah.
Jika kita termasuk orang yang demikian, mari kita renungkan kembali, Allah arRahmaan arRahiim yang dengan kasih dan sayangnya memberikan kita yang terbaik sesuai dengan kadar dan kapasitas kita, namun kita berikan sisa bagi Allah? Pantaskah?
Kepada manusia yang kita cintai dan sayangi, kita akan memberikan yang terbaik semampu kita. Namun mengapa kepada Allah yang seharusnya paling utama kita cintai, justru kita memberikan sisa. Benarkah ada cinta kita kepada Allah?
Mari kita bermuhasabah atas diri kita masing-masing. Sehingga kita dapat menyadari dan memperbaiki apa yang kurang dari sikap kita kepada Allah Azza wa Jalla.